Monumen Nasional PDRI atau Monumen Nasional Bela Negara adalah monumen peringatan yang dibangun sebagai monumen sejarah perjuangan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI), penyelenggara pemerintahan Republik Indonesia ketika ibu kota Indonesia jatuh ke tangan Belanda pada Agresi Militer Belanda Kedua. Monumen ini diareal seluas 40 s.d 50 hektare di salah satu kawasan yang pernah menjadi basis PDRI, yaitu di Nagari Koto Tinggi, Kecamatan Gunung Omeh, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.
PEMBANGUNAN, Peletakan batu pertama sebagai tanda dimulainya pembangunan monumen ini dilakukan bersamaan dengan peringatan Hari Bela Negara (HBN) pada 19 Desember 2012. yang dianggarkan dari anggaran APBN Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pertahanan, serta Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia. Selain monumen, beberapa bangunan penunjang juga akan dibangun di area yang sama, seperti gedung serbaguna, masjid, diorama, museum, pustaka, dan bangunan literatur sejarah.
Terkait pengerjaan Museum PDRI, berdasarkan data Ditjen PCBM, pembangunannya dimulai sejak 2012, didahului dengan penyusunan rencana induk hingga seminar nasional, baik di Padang maupun di Jakarta, pada 2012. Setahun setelahnya, proses pembangunan diserahkan kepada Pemkab Lima Puluh Kota menggunakan anggaran APBN.
Pekerjaan fisik museum dimulai pada 2013, Pada 2014, dan 2018 berdasarkan publikasi laman Lembaga Kebijakan Pengadaan barang/jasa Pemerintah, Direktorat Perencanaan dan evaluasi pengadaan (Sirup LKPP), pembangunan fisik Museum PDRI dilanjutkan.
SEJARAH, Sumatera Barat memiliki banyak tempat bersejarah yang dapat dikunjungi oleh para wisatawan penyuka sejarah. Salah satunya monumen PDRI ini, PDRI merupakan peristiwa yang terjadi saat Belanda yang dibonceng oleh sekutu pasca Perang Dunia II ingin menguasai Indonesia kembali. Belanda memulai Agresi keduanya pada 19 Desember 1948 dengan menyerang Yogyakarta yang menjadi Ibukota Indonesia. Selain itu, Presiden dan Wakil Presiden Indonesia ditawan Belanda.
Akhirnya, Soekarno sebagai kepala negara mengirim radiogram kepada Mr Syafruddin Prawinegara untuk membentuk Pemerintah Darurat di Sumatera (Sumatera Tengah). Surat tersebut berbunyi “Kami sebagai Presiden Indoensia memberitakan bahwa Belanda pada hari Minggu 19 Desember 1948, djam 6 pagi Belanda telah memulai seranganja atas ibu kota Jogjakarta, Djika dalam keadaan pemerintah tidak bisa menjalankan kewajibanya, kami menugaskan Mr Sjafuddin Prawinegara, Mentri Kemakmuran Republik Indonesia membentuk Pemerintah Darurat di Sumatera,”.
Namun sebelum surat yang dikirim via kawat itu sampai ditangan Mr Syafruddin, sudah terlebih dahulu dijegal oleh Belanda. Sehingga Syafruddin memutuskan untuk mendeklarasikan PDRI. Prof. Dr. Mestika Zed dalam bukunya Somewhere in The Jungle, karena hubungan dengan Jogja terputus, akhirnya mereka mengambil keputusan sendiri memutuskan untuk mendirikan Pemerintah Darurat Republik Indonesia.
Dalam buku yang sama, PDRI terjadi tidak di satu tempat saja, tetapi banyak tempat. Syafruddin terus berjalan menyusuri belantara Sumatera Tengah (Sumatera Barat) dimulai sejak 19 Desember 1948 hingga 13 Juli 1949. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari gempuran Belanda dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Daerah yang pernah dijajaki Syafruddin itu banyak dirikan monumen-monumen kenangan PDRI.
INSPIRASI, Sejarah tentang PDRI telah menjadi inspirasi banyak karya, di antaranya, Film Dokumenter, Novel Roman Sejarah PDRI, Puisi Bela Negara 2020, My Soul Is Indonesia 2021 monolog ‘Aku dan Mr. Sjafruddin Prawiranegara’ oleh Olivia Zalianty, monolog ‘Roman Sejarah PDRI’ oleh Marcella Zalianty, Kedua monolog tayang yang dibawakan artis kakak-beradik itu di inisiasi dan di produksi oleh Yayasan Generasi Lintas Budaya dan difasilitasi Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbud RI.
Kemudian, monolog “Kacamata Sjafruddin” yang dimainkan Deva Mahendra di atas panggung untuk pementasan seri monolog “Di Tepi Sejarah“. Monolog yang mengisahkan tentang kehidupan Sjafruddin Prawiranegara ini disutradarai Yudi Ahmad Tajudin dan naskahnya dibuat oleh Ahda Imran. Monolog ini merupakan program seni yang dibuat Titimangsa Foundation dan KawanKawan Media bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbud Ristek RI.
Perlu diketahui, Syafruddin Prawiranegara adalah orang Indonesia pertama dan satu-satunya yang menjadi Presiden De Javasche Bank (DJB) di masa-masa akhir tahun 1951-1953. Dia pula yang sekaligus menduduki jabatan Gubernur Bank Indonesia (BI) pertama tahun 1953 -1958, sebagai hasil dari nasionalisasi DJB.
Sebelumnya, posisi orang nomor satu di De Javasche Bank tahun 1828 – 1951, selalu dijabat oleh orang berkebangsaan Belanda. Salah satu yang menonjol di masa kepemimpinan Syafruddin Prawiranegara adalah keteguhannya dalam menjalankan fungsi utama bank sentral penjaga stabilitas nilai rupiah serta pengelolaan moneter.
Syafruddin juga orang yang pertama kali menyampaikan usulan agar pemerintah RI segera menerbitkan mata uang sendiri sebagai mata uang Indonesia untuk mengganti beberapa mata uang asing yang masih beredar.
Syafruddin Prawiranegara juga pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri, Menteri Keuangan, dan Menteri Kemakmuran. Dia menjabat sebagai Wakil Menteri Keuangan pada 1946, Menteri Keuangan yang pertama kali pada 1946 dan Menteri Kemakmuran pada 1947.
Pada saat menjabat sebagai Menteri Kemakmuran inilah terjadi Agresi Militer Belanda II dan sehingga terbentuknya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI), dimana Syafruddin menjabat sebagai pemimpin tertinggi pemerintah Indonesia dalam masa PDRI.
SERIUS, Keseriusan pemerintah pusat untuk menyelesaikan pembangunan Museum PDRI pada 14 Mei 2024 Kemendikbudristek RI melakukan Rapat Koordinasi Penyusunan Strategi Percepatan Penyelesaian Pembangunan Monumen PDRI (Bela Negara) dengan Kemenkopolhukam, Kementerian Sekretaris Kabinet, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, Pemerintah Kabupten 50 Kota,Pemerintah Kota Payakumbuh, Camat, wali nagari gunung omeh dan dari unsur masyarakat Yayasan Generasi Lintas Budaya, Jaringan Pendamping Kebijakan Pembangunan (JPKP) dan YPP PDRI 1948 – 1949, di Aula Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah III di Padang.
Lebih lanjut Raja Asdi menyampaikan sebait pantun ‘Patah Tumbuh hilang berganti, Adat usang pusaka lama, Presiden ditangkap berdiri PDRI, Tonggak Sejarah Bela Negara’ tentang Keppres Nomor 28 Tahun 2006 ditetapkan tanggal 19 Desember sebagai Hari Bela Negara ‘merupakan hari bersejarah bagi bangsa Indonesia. “karena pada tanggal tersebut terbentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia dalam rangka mengisi kekosongan kepemimpinan Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka bela negara,“.